Tampilkan postingan dengan label my daily. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label my daily. Tampilkan semua postingan

Senin, 30 Desember 2013

Evaluasi 2013

Halo para tetesan air hujan,
Waktu berjalan, hmm tidak, sepertinya waktu tidak berjalan, tetapi berlari dengan sangat cepat.
Rasanya baru beberapa saat yang lalu aku masih ribet menata 2013, berharap di tahun 2013 aku sudah mencapai beberapa target yang aku kejar dalam tahun 2013, yaitu:
1. Lulus kuliah dan wisuda di bulan Maret tanggal 16 atau 17. FYI, saya sudah gagal untuk ikut wisuda di semester sebelumnya.
2. Segera mendapat pekerjaan dengan bekal ijazah S1 Kimia.
3. Memperoleh uang sebesar Rp 5.000.000,00 dari hasil menjual 'hasil karya' dari kain perca.
4. Menggunakan uang Rp 5.000.0000,00 tersebut untuk membeli mesin jahit baru dan beberapa gulung kain untuk memulai home industri kami (saya dan Ibu).
5. Bisa menjahit dan membuat model baju, selanjutnya untuk dijual. Hehehe.
6. Lebih giat menulis dan menghidupkan blog saya: soreinilagi.blogspot.com (silakan dikunjungi... Hehe, sekalian promosi)
7. Menyelesaikan cerita "Ar-Rahman" (sekarang masih 4.030 kata, hehe), sambil mencatat ide cerita lainnya.
8. Melakukan perjalanan ke Jawa Barat untuk memulai "around the Java"
9. Meningkatkan kemampuan english, sekarang masih di toefl 480, semoga di akhir 2013 bisa meningkat menjadi 520 atau lebih. Mungkin kalau kondisi memungkinkan, juga ingin memulai belajar bahasa Jerman :)
10. Berjuang, berdoa, dan bertawakkal untuk menjadikan harapan-harapan ini menjadi nyata, bukan hanya tulisan.


HASILnya?
Banyak sekali yang mandek, dan akhirnya tidak terlaksana. Well, aku akan mengajak kalian, para tetesan air hujan, untuk mengevaluasi target-2013-ku satu per satu.
1. Lulus kuliah dan wisuda di bulan Maret tanggal 16 atau 17. Well done! Terimakasih Ayah, Ibu, Bu Ratna, Bu Nurul, Merdeka, Meita, Jannah, Zahroh, Nurma, Edry, temen-temen C 26, sodara-sodara SIKLUS, dosen dan staf jurusan Kimia FMIPA ITS, serta semua orang yang telah menginspirasi dan membantuku selama kuliah. Yang paling pasti adalah, aku tidak akan pernah lulus dari jurusan kimia FMIPA ITS tanpa ridho dari Allah SWT. Alhamdulillah. Tiada daya dan upaya selain dari-Nya.
2. Segera mendapat pekerjaan dengan bekal ijazah S1 Kimia. Good! Setelah wisuda pada bulan Maret 2013, aku baru mendapat pekerjaan pada bulan Juli 2013. Bukan di perusahaan besar semacam Sampoerna, Semen Gresik, Charoen Phokpand, dsb., tetapi setidaknya aku bisa banyak belajar dari pengalaman kerjaku yang pertama, dan bertemu dengan orang-orang baru di tempat kerja baru. Trust me, mereka (orang-orang baru itu) sangat menginspirasi!
3. Memperoleh uang sebesar Rp 5.000.000,00 dari hasil menjual 'hasil karya' dari kain perca. FAILED! Targetku yang satu ini benar-benar gagal total! Setelah lulus, aku sibuk mencari kerja, pergi ke bursa karir, mempersiapkan dokumen, tes psikologi, interview, sampai akhirnya aku melupakan tentang lima juta yang harus kuhasilkan dari kain perca. Dan sekarang, gunungan kain percaku itu masuk ke dalam lemari kecil di gudang rumah. Mungkin suatu saat, saat aku ingin (kapan?), aku akan mengetuk pintu lemari kecil itu dan berkata kepada gundukan kain perca itu, "Hai, apa kabar? Masih mau main denganku?". Hmmm.. Mereka masih mau nggak ya?
4. Menggunakan uang Rp 5.000.0000,00 tersebut untuk membeli mesin jahit baru dan beberapa gulung kain untuk memulai home industri kami (saya dan Ibu). DOUBLE FAILED! Nah! Kalau target nomor 3 saja sudah FAILED, apalagi yang ini!
5. Bisa menjahit dan membuat model baju, selanjutnya untuk dijual. Hehehe. TRIPLE FAILED! Sebenarnya nomor 3 - 5 adalah target berseri, jadi kalau target nomor 3 gagal, ya pasti nomor 4 dan 5 juga gagal.
6. Lebih giat menulis dan menghidupkan blog saya: soreinilagi.blogspot.com. Kalau yang ini... Hehe, silakan para tetesan air hujan saja yang menilainya sendiri. Hehe. Muah muah.
7. Menyelesaikan cerita "Ar-Rahman" (sekarang masih 4.030 kata, hehe), sambil mencatat ide cerita lainnya. FAILED! Suatu malam, waktu aku begadang, aku sedang mencoba menyelesaikan cerita "Ar-Rahman" sambil menonton TV di channel INDOS*AR. You know what? Ada sebuah FTV yang sedang diputar, dan ceritanya hampir hampir hampir sama dengan cerita yang  sedang kutulis. Akhirnya, aku malas melanjutkannya. Mungkin aku harus memikirkan ide cerita lain yang lebih kreatif. Hmmmmm.
8. Melakukan perjalanan ke Jawa Barat untuk memulai "around the Java". DONE! Yeey! Aku sudah jalan-jalan ke Bandung dan Banjar (perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah). Aku senang sekali bisa bermalam di rumah Mbak Ticha dan menggendong anaknya, Rezvan, di Lembang. Mbak Ticha banyak bercerita pengalaman hidupnya, yang sangat menginspirasiku. Makasih Mbak Ticha, makasih Rezvan. Dan makasih Dek Ana yang sudah menampungku waktu di Banjar. Makasih Eyang di Banjar yang menunjukkan semangat ibadah dan bekerja meskipun sudah sepuh. Ah, makasih juga Uwak yang sudah membuatkanku oncom dan sambal terasi yang paling enak yang pernah aku rasakan! Benar-benar sambal terasi paling enak yang pernah aku rasakan, dan tidak pernah aku temukan di warung-warung makan mahal sekali pun!
9. Meningkatkan kemampuan english, sekarang masih di toefl 480, semoga di akhir 2013 bisa meningkat menjadi 520 atau lebih. Mungkin kalau kondisi memungkinkan, juga ingin memulai belajar bahasa Jerman :) . Yang ini aku belum sempat melakukan tes TOEFL lagi. Hehe. Tapi aku sudah berencana akan tes TOEFL di bulan Januari 2014. Aku juga sempat mengikuti kursus bahasa Inggris di IALF Surabaya, meskipun cuma tiga bulan. Cuma tiga bulan, karena waktu itu selain nggak ada uang buat melanjutkan juga baru akan mulai bekerja. Setelah punya uang dan waktu, eh kelas yang cocok dengan kemampuanku malah lagi off. Untuk bahasa Jermannya, sejujurnya aku mencantumkan target itu karena dulu aku masih berpacaran dengan Edry yang berencana akan bekerja di Jerman. Namun, karena sekarang sudah putus, ya sudah, belajar bahasa Inggris aja deh. Hehe.
10. Berjuang, berdoa, dan bertawakkal untuk menjadikan harapan-harapan ini menjadi nyata, bukan hanya tulisan. Khusus yang ini, biar Allah SWT. saja yang menilainya.

Itulah target-2013-ku yang sebagian gagal, sebagian lagi berhasil. Tapi setelah aku baca sekarang, ternyata target-2013-ku hanya segitu saja. Dan walaupun hanya segitu saja, ternyata aku pun belum bisa mencapai semua target-2013-ku. PAYAH! Benar-benar PAYAH!
Jika kalian, para tetesan air hujan, menudingku dengan kejam, bahwa aku tidak melakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk mewujudkan semua target-2013-ku, aku akan menerimanya dengan ikhlas, dengan lapang dada. Karena memang begitulah kenyataannya. Aku merasa selama ini diriku hanya terkukung pada kehidupan yang begitu-begitu saja. Hanya sebatas kepuasan pribadi saja. Hanya sebatas pembuktian diri saja. Ternyata, pada tahun 2013, aku hanya menjadi orang kerdil yang mengharapkan peng-aku-an. Aku belum memiliki identitas.

Setelah ini aku akan membuat posting target 2014.
Sampai jumpa para tetesan air hujan. Tetaplah turun membasahi bumi, jangan pernah bosan bertemu dengan ku :)

Sabtu, 29 Juni 2013

Hihihi June


Aaah, selalu lama update nya nih. Padahal salah satu resolusiku tahun 2013 adalah meramaikan blog. Hhh, mana ada yang mau baca kalo updatenya lama dan isi tulisannya cuma isi curhatan doang. Hehe. But, yeah, it’s nice for me. I mean, sometime I need ‘someone’ to talk, but actually I can’t talk much but in writing.
Tidak terlalu banyak perubahan yang terjadi selama bulan April dan Juni, kecuali satu kabar gembira... You know what?? Yeyyy, I’ve got a job! Di PT Hakiki Donarta sebagai R&D atau QC. Kok atau? Ya, memang belum tahu si mau ditempatkan di mana, karena HRD nya bilang proses rekruitmen belum selesai, dan masuk kerjanya baru mulai setelah lebaran nanti, tepatnya tanggal 20 Agustus. Weew, 2 months before I’ve to work! So long, isn’t it?
Do you have any idea what I should do to spend this 2 months?
Hmm, I have some plans, actually. Pertama-tama, aku ingin menata ulang kamarku yang cuma 3x3 m2, at least biar ada suasana baru. Kedua, aku ingin belajar menjahit, biar pas lebaran nanti bisa hemat soalnya bikin baju sendiri, hihihi. Ketiga, I want to read newspaper or another with much knowledge in! Hahaha, jadi ketahuan deh aku jarang baca yang berat-berat. Memang, selama ini bahan bacaanku gak jauh-jauh dari fiksi; komik dan novel. Novelnya pun yang ringan-ringan aja, hehehe. Aku jadi kudet abis soal perkembangan siapa atau apa. Keempat, ini nih yang paling menyedihkan, hiks, I’v to resign from SMK Kesehatan Nusantara. Jadi guru itu... Sesuatu banget. Aku mau bilang menyenangkan, tapi pas inget murid-muridnya waktu di kelas... huff. Mau bilang gak menyenangkan juga gak bener sih, soalnya waktu mengajar orang lain dari nol sampai mereka bisa melakukan sesuatu dengan apa yang kita ajarkan itu, rasanya bangga dan lega banget. Bangga dan lega, karena kita turut serta dalam mencerdaskan anak bangsa. Hihi, PPKn banget yaa bahasanya. But, it is.
Hemm, I hope the work I’m doing at PT Hakiki Donarta will bring me one step closer to my dream. My big dream. Do you know what? You don’t. You’ll know if I’ve got my dream comes true. Hehe.
Oke, that’s all. See you. Semoga aku bisa terus menulis di blog ini, dan semoga ada yang baca. Hehe.

Rabu, 15 Mei 2013

Halo WaterDrop


Halo para tetesan hujan sore ini, bagaimana langit? Apakah atmosfer masih bersedia melindungi bumi? Apakah bulan masih setia menemani bumi? Apakah para tetesan air masih mendapatkan cara untuk dapat meresap ke dalam tanah?
Sepertinya aku membutuhkan semacam meditasi. Aku selalu bingung beberapa minggu terakhir ini. Bahkan aku melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin kulakukan. Pikiranku selalu tidak stabil, selalu berubah. Aku masih belum mantap dengan proposal hidupku.
Apalagi saat ini keluargaku sedang dilanda masalah yang cukup serius. Aku jadi merasa egois jika harus tetap melanjutkan perjalanan mimpiku.
Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengan seseorang dari empat setengah  tahun yang lalu. Can you guess who? I won’t tell you the name! Semakin menambah sesuatu dalam pikiranku.
Dan malam ini aku baru saja selesai menonton film yang sangat bagus berjudul “Freedom Writers”. Film ini diangkat dari buku harian yang ditulis oleh murid-murid di kelas 203 Wodrow Wilson HS, Longbeach. Murid-murid dalam kelas ini adalah ‘korban’ dari tindakan rasis yang membeda-bedakan warna kulit dan suku. It’s a really nice film, yang membuka wawasan kita bahwa tidak semua negara seperti negara kita, beloved Indonesia yang ‘aman’ ‘tentram’. Yah, meskipun banyak hal buruk yang terjadi terhadap Indonesia, tetapi setidaknya kita harus bersyukur bahwa Indonesia adalah negara yang aman tanpa orang-orang yang membawa pistol di jalanan.
Dan, ada yang tahu buku Totto Chan’s Children? Buku ini juga buku yang sangat bagus dan membuka wawasan. Buku ini membuatku bersyukur bahwa aku hidup di negara yang ‘cukup’ damai. Oh please, jangan mengajakku berdiskusi tentang negara, karena aku tidak tahu apa-apa. Aku hanya merasa perlu bersyukur bahwa aku tidak perlu khawatir akan menginjak ranjau darat bekas perang saudara. Aku juga merasa perlu bersyukur bahwa aku dan banyak orang lainnya di Indonesia tidak perlu mengalami kekeringan panjang sampai-sampai kehabisan air untuk sekedar diminum.
Ohya, ohya, satu lagi, aku juga baru saja selesai membaca buku “Sadako and A Thousand Cranes”. Cerita tentang seorang anak Jepang yang divonis Leukimia akibat radiasi nuklir dari bom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki. Buku ini tidak tebal, tetapi sangat menyentuh dan membuka wawasan. Serta, lagi-lagi membuatku bersyukur bahwa Indonesia tidak pernah dijatuhi bom nuklir sedahsyat itu. Atau, apakah Indonesia bakal jadi lebih baik kalau saja dijatuhi bom nuklir? Mengerti maksudku kan? Jepang tidak tiba-tiba menjadi negara yang maju. Jepang membutuhkan perjuangan untuk mencapai semuanya. Apakah suatu saat Indonesia bisa menjadi jauh lebih maju daripada hari ini?
Para tetesan air hujan sore ini, tolong bagikan aku doa-doa terbaikmu, agar aku mampu untuk segera memutuskan kemana arahku.

Love,                                                                  
AnotherWaterDrop

Jumat, 25 Januari 2013

Si Gendut dan Ponco

Si hujan semakin tidak sopan ya? Sebentar langit cerah, sebentar nya lagi hujan turun. Dan berbicara tentang hujan, aku jadi ingat satu kejadian... emm, ini aneh, lucu, apa garing ya? Hoho.
Jadi, di suatu sore, sehabis nonton di bioskop dekat rumahnya si gendut, kami pulang naik motor. Suasana saat itu memang sedang gerimis sih, tapi karena memperkirakan gerimis yang sepertinya tidak akan berubah jadi hujan deras, kami cuek saja dan pulanglah kami. Si gendut yang bonceng. Ya iyalah, mosok aku.
Tiba-tiba di tengah perjalanan, gerimis yang dari tadi rintik-rintik saja ternyata berubah menjadi hujan deras. Dan beginilah percakapan kami saat itu.
Si gendut: mau berhenti nggak? pake jas hujan dulu.
Aku: nggak usah deh, kan sebentar lagi udah nyampek.
Si gendut: tapi deres ini.
Aku: nanggung lho.
Dan motor kami masih melaju, tanpa berhenti. Sampai aku baru ingat bahwa hari itu si gendut sedang tidak enak badan.
Aku: lho tapi kamu kan lagi flu. Pake aja deh. Berhenti deh.
Si gendut meminggirkan motor dan berhenti. Kami perginya naik Si Supri, motorku, dan si gendut sepertinya nggak ngeh kalau 'jas hujan' ku adalah ponco, jas hujan berbentuk tudung seperti kelelawar.
Aku mengambil ponco di jok motor, dan memberikan ponco yang masih dalam keadaan terlipat ke si gendut.
Aku: Nih kamu yang pake.
Si gendut: Kok aku, ya kamu lah.
Aku: Kan kamu yang di depan, nanti aku kan bisa ketutupan kamu.
Si gendut: Gak. Percuma, jas hujannya gak cukup di aku.
Aku: Lho ini jas hujannya besar, pasti cukup lah.
Si gendut: Gak cukup, nanti robek.
Aku: Cukup, coba dulu.
Si gendut: Gak, kamu aja yang pake. Rumahmu kan jauh, rumahku deket.
Aku: Kamu kan lagi sakit, aku kan sehat.
Si gendut: Gak. Nanti aku dimarahi ibuku kalo kamu gak pake jas hujan.
Aku: Ya aku yang dimarahi, kan kamu lagi sakit.
Si gendut: Gak. Wes ah, kalau gak mau pake ya sudah.
Aku: Ouwalah.
Lalu kami melanjutkan perjalanan. Dan si ponco akhirnya hanya berguna untuk menutupi tasku. Kami berdua kehujanan dan sama-sama basah. Gak kuyup sih, tapi lumayan dingin. Dasar ~~~

Jumat, 14 Desember 2012

Si Supri pulang ke Sidoarjo

Akhirnya siang tadi, sekitar pukul 13.00, aku berhasil membawa Si Supri pulang. Bukan tanpa halangan. Perjalanan pulang yang biasanya cukup aku tempuh maksimal selama satu jam, kali ini harus kutempuh selama dua jam gara-gara Si Supri yang masih rewel.
Setelah kemarin malam aku bersama ranger Janet dan ranger Zahroh berjuang mengandangkan Si Supri di tempat parkir kampus (baca di sini), akhirnya pagi tadi aku membawa Si Supri ke bengkel "pura-pura" ditemani oleh ranger Janet. Entahlah, aku tidak tahu apa si Pak Bengkel "pura-pura" ini memang berpura-pura mengobati Si Supri atau memang Si Supri yang terlalu banyak masalah di mesinnya. Di jaman sekarang ini sepertinya susah mempercayai orang asing. Aku tidak begitu mengerti mesin, jadi ketika Pak Bengkel menjelaskan ngalor ngidul soal Si Supri, aku cuma ber-Iya-Iya dan ber-Ooh-Ooh saja. Mana aku tahu, Pak Bengkel sedang berbohong atau jujur. Setelah diperiksa dan diperbaiki sebisanya, Pak Bengkel memintaku menjajal Si Supri, apakah masih rewel atau tidak. Proses ini terjadi berulang kali. Diperbaiki, dijajal, diperbaiki lagi, dicjajal lagi, sampai akhirnya Si Supri sudah tidak terlalu rewel. Di penjajalan yang terakhir, sebenarnya aku masih merasakan tanda-tanda kerewelan Si Supri, tetapi karena ingin segera pulang ke Sidoarjo, jadi aku iya-kan saja saat Pak Bengkel bertanya, "sudah enak, Mbak?". Lagipula, aku sedikit pesimis Pak Bengkel ini bisa mengatasi masalah Si Supri.
Sesudahnya, aku langsung membawa Si Supri pulang ke Sidoarjo. Di setiap detik perjalanan, mulutku terus komat-kamit meminta perlindungan dari Allah. Bukannya lebay, tapi memang saat itu yang paling aku inginkan adalah pulang ke Sidoarjo. Bagaimana tidak, sudah sejak hari Rabu (sekarang hari Jumat) aku di Surabaya. Duitku menipis, dan aku belum mandi. Hehe.
Setelah sepuluh menit perjalanan, Si Supri mulai menunjukkan gejala mogok. Di setiap lampu merah, aku harus tetap meng-gas Si Supri agar tidak mogok. Sampai di Jalan Nginden yang saat itu sedang macet, karena Si Supri selalu mogok jika berjalan pelan, jadi gas-nya juga harus tetap full. Alhasil, aku harus mengerem sekaligus meng-gas dengan keras agar Si Supri tidak mogok. Di belakangku, ku dengar seorang Bapak pengendara motor berbicara kepada boncengannya, "wong jalan pelan kok motornya di-gas full."
Oh, Bapak, andai engkau memahami perasaanku saat ini...
Ternyata dengan cara ini pun, Si Supri masih tetap rewel. Akhirnya Si Supri mogok lagi, di jalan yang sama seperti kemarin malam. Aku meminggirkan Si Supri dan mulai memancal pedal starter. Pancal, pancal, pancal. Berulang kali memancal, Si Supri tetap diam. Aaargh! Aku mulai jengkel. Kali ini kondisiku lebih parah daripada kemarin malam. Duit di saku celana jenasku tinggal lima ribu perak, HP-ku mati karena lowbat, dan aku merasa sangat bau karena belum mandi. Di tengah ke-galau-an itu, ada dua orang mas-mas yang berboncengan menghampiriku. Lumayan keren. Sepertinya seumuran denganku.
Mereka menanyakan kondisi Si Supri, lalu mulai memeriksa bagian businya. Di tengah proses pemeriksaan, kami bertiga sempat ngobrol. Rupanya dua mas-mas ini adalah mahasiswa UBAYA angkatan 2010. Waktu mereka tahu angkatan tahun kuliahku, mereka sedikit terkejut. Mungkin terkejut karena aku masih terlihat seperti maba (mahasiswa baru, atau mahasiswa basi?), atau mungkin terkejut karena aku belum lulus juga. Hehe. Setelah dicoba dengan usaha yang amat keras (karena si mas-mas sampai meringis waktu berusaha melepas businya), akhirnya Si Supri mau menyala. Alhamdulillah... Sesudah berbasa-basi sedikit dan mengucapkan terimakasih dengan amat tulus, aku pun melanjutkan perjalanan pulang ke Sidoarjo.
Perjalanan selanjutnya cukup lancar sampai di daerah Jemursari, hujan turun. Tidak terlalu deras, tapi cukup membuat basah. Sebenarnya aku ingin terus melanjutkan perjalanan, toh aku suka hujan-hujanan. Sayangnya aku tidak membawa jas hujan. Dan kalau aku nekat melanjutkan perjalanan di tengah hujan tanpa memakai jas hujan, maka Si Item (laptop-ku) bisa ikut-ikutan rewel seperti Si Supri. Sudah cukup Si Supri saja yang membuatku kewalahan.
Aku pun berteduh di minimarket terdekat. Duduk di lantai, sambil berdoa semoga hujan cepat reda dan Si Supri tidak rewel lagi, minimal hingga aku sampai di rumah. Sekitar lima belas menit, hujan mulai reda. Aku kembali memancal starter Si Supri, yang untungnya langsung mau menyala. Karena hujan dan khawatir Si Supri akan mogok lagi, aku mengendarai Si Supri tidak dengan ngebut seperti biasanya. Selama sisa perjalanan, Si Supri beberapa kali mogok, tetapi tidak parah seperti waktu di jalan Nginden tadi.
Akhirnya, setelah dua jam perjalanan yang melelahkan dan penuh perjuangan, sampailah aku di rumah dengan selamat dan sedikit basah (bukan karena keringat, tapi karena gerimis). Fiuhbangetdeh.
Pengalaman bersama Si Supri beberapa hari ini memberi banyak hikmah. Aku jadi tahu bahwa ada sahabat-sahabat yang peduli, bahwa ada orang-orang asing yang masih peduli pada yang lain meskipun belum saling mengenal, bahwa hal-hal biasa bisa menjadi amat berharga, bahwa harus pintar-pintar mengambil keputusan, dan bahwa Si Supri memiliki bagian-bagian yang disebut spul, busi, dan karburator.
Besok Si Supri akan diperiksakan ke bengkel langganan di dekat rumah. Semoga cepat sembuh, ya, Supri. We love youuuuuuu :*

Si Supri dan Ranger

Aaah. Si Supri mogok lagi...
Begitu keluar bengkel, kupacu Si Supri menuju Karangmenjangan buat ngajar privat Ayu. Si Supri mulai bisa beraktivitas seperti biasa. Salah satu hal yang biasa yang amat berharga itu pun memberi kenikmatan padaku: kenyamanan dan kemudahan beraktifitas.
Hingga 28 jam setelah keluar bengkel, Si Supri mulai menunjukkan lagi gejala mogoknya. Di malam hari waktu perjalanan pulang ke Sidoarjo, di tengah jalanan yang macet, tiba-tiba Si Supri berlagak kehabisan bensin. Mesinnya tiba-tiba tersendat-sendat, antara hidup dan mati, dan akhirnya mati. Kendaraan lain di belakang membunyikan bel dengan keras, menyuruhku minggir. Oh, aku kan juga tidak mau Si Supri mogok di tengah jalan begini! F#ck!
Belum sampai dua hari keluar bengkel, Si Supri udah mogok lagi. Hmm.. Apa mungkin Pak Bengkel yang kemarin "mengobati sakit" nya Si Supri cuma berpura-pura sudah "mengobati" Si Supri dengan benar?
Mendengus kesal, aku dorong Si Supri tepi jalan. Belum jauh aku mendorong Si Supri, ada seorang Bapak yang mengatur parkir mobil di tepi jalan, menegurku untuk menepikan motor di sebuah kedai laundry. Bapak parkir lalu memanggil pemilik kedai laundry dan memintanya untuk membantuku. Pak pemilik laundry lalu menanyakan kondisi Si Supri dan memeriksa bagian businya. Setelah dicoba, rupanya busi Si Supri kotor. Hemmm, padahal kan kemarin businya baru beli. Ah, gak tau deh. Yang penting Si Supri sudah mau jalan.
Beberapa meter setelah Si Supri berjalan seperti biasa, tiba-tiba gejala mogok Si Supri muncul lagi. Dan benarlah, Si Supri pun mogok lagi. Lagi-lagi mogok lagi. F#ck! Sialnya lagi, minggu ini aku sedang sangat bokek. Jadi hari ini pun uang di saku jeansku hanya Rp 10.000,-. Dengan frustasi, aku menghubungi orang-orang yang mungkin bisa membantuku. Inilah mereka:
Sent to Janet --> Net, motorku mogok lagi, sekarang aku di Jalan Nginden
Sent to Mas Gendut --> Motorku mogok lagi di tengah jalan. Dasar bengkel sialan kemarin
Sent to Adek --> Dek, bilangin mama teleponen aku sekarang. Penting.

Dan inilah jawabannya.
From Janet --> I'm coming there, wait me
From Mas Gendut --> Sabaaaar
From Adek --> Mama masih di langgar

Dan aku pun menunggu kedatangan Janet di tepi Jalan Nginden yang super crowded. Beberapa menit kemudian, datanglah bala bantuan: Janet dan Zahroh. Fiuhbanget.
Aku, Janet, dan Zahroh, yang menyebut diri kami sendiri sebagai ranger (hahaha), sekarang sedang berada di tepi Jalan Nginden, kebingungan akibat ulah Si Supri. Huffbangetkan?
Kami berdiskusi sebentar, menimbang-nimbang resiko kalau aku tetap nekat melanjutkan perjalanan pulang ke Sidoarjo, padahal masih butuh waktu sekitar 40 menit lagi untuk sampai. Karena menganggap kondisi si supri tidak memungkinkan untuk bertahan hingga 40 menit, maka aku memutuskan untuk membawa Si supri kembali ke kampus tercintaaaaa. Janet yang baik hati, ranger paling tegar, bersedia mengendarai Si Supri yang rewel. Sedangkan aku, tuannya Si Supri, malah mengendarai kuda besi lainnya, yang tadi dikendarai oleh Janet dan Zahroh. Beriringan, kami pun kembali ke kampus tercinta, tepatnya ke basecamp para ranger lainnya: PLH SIKLUS ITS.
Sesampainya di basecamp, yang biasa kami sebut sebagai "sekret", kami mengandangkan Si Supri agar dia beristirahat sebelum besok harus dibongkar lagi di bengkel yang "pura-pura". Hei, bukannya aku bodoh mau bawa Si Supri kembali ke orang yang mungkin cuma "pura-pura" bisa, aku cuma mau minta konfirmasi dan tanggung jawabnya, kenapa Si Supri kok mogok lagi. Kalau alasannya masuk akal, ya bisa jadi bengkel itu bukan "pura-pura", tetapi Si Supri saja yang manja dan banyak maunya, minta diganti ini itu.
Supri, oh Supri.... Kapan kamu mau sembuh? Capek tahu, dorong-dorong kamu!
Setelah beres mengandangkan Si Supri, tiga ranger pun berbagi tempat di atas satu kuda besi, alias boncengan tiga, untuk mencari sesuap nasi. Hehe. Dari tempat parkir ke sekret jaraknya lumayan, harus naik tangga pula. Daripada membuang energi untuk hal yang nggak terlalu penting, lagipula kami mau menghemat BBM yang katanya semakin langka, kami pun memutuskan berbonceng tiga sekaligus.
Hmm, kalau diamati ternyata sekarang ini fenomena boncengan tiga sudah sangat jarang ditemui di area kampus. Padahal di jamanku yang masih imut-imut jadi mahasiswa baru, fenomena boncengan tiga sudah menjadi pemandangan yang akrab di mata kami. Sambil menyusuri jalanan daerah Keputih untuk mencari warung makan Padang, kami bernostalgia soal fenomena boncengan tiga yang sekarang sedang kami lakukan ini.
Ranger yang repot karena ulah Si Supri (ki-ka: Zahroh, Janet, aku)

Putar-putar di jalanan Keputih, ternyata warung makan Padang nya sudah pada tutup. Aah, masih ada Gebang. Dan berbeloklah kami ke jalanan Gebang.
Benarlah. Di Gebang masih ada satu warung makan Padang yang buka. Jujur saja, aku gak terlalu suka dengan masakan Padang, lagipula lagi bokek beraaat. Yah, gak apa-apa deh, sekali-sekali makan masakan Padang, tapi ngebon dulu sama Janet. Hehe.
Setelah memesan tiga gelas es teh dan tiga piring nasi dengan lauk yang sama, kami pun makan dengan lahapnya seperti orang kalap karena sudah berjuang mengendarai Si Supri malam-malam. Hhh. Sebenarnya gak serakus itu, sih, hehe. Kami makan sambil ngobrol ngalor ngidul, tentang isu Norm (salah satu ranger PLH SIKLUS ITS) yang kabarnya mau cuti kuliah untuk ekspedisi ke Sulawesi, tentang ayam-ayam yang diternak Balon (teman dari Jember) yang katanya sudah mati 300 ekor, tentang "kolam pengakuan" kami, tentang penyebab bau bunga eidelweis di jalanan menuju sekret, tentang banyak hal. Di waktu yang singkat itu, banyak obrolan yang mengalir begitu saja. Lalu tiba-tiba muncul sebuah pertanyaan, kapan terakhir kali kami makan bertiga bersama seperti ini. Hmm, rasanya sudah lama sekali. Mungkin aku yang sudah jarang menyambangi sekret. Bagaimana tidak, minggu ini setiap malam aku harus ngajar les privat minimal dua kali, karena musim UAS. Janet sibuk mengerjakan tugas akhirnya. Dan Zahroh yang akhir-akhir ini juga sibuk dengan proyek melaut dari Bu Dosen.
Malam ini, ketika seharusnya aku kesal setengah mati karena ulah Si Supri, diam-diam aku malah bersyukur atas waktu yang kami habiskan bersama akibat ulah Si Supri. Well, pasti Janet dan Zahroh jadi kehilangan waktu yang bermanfaat untuk diri mereka karena tiba-tiba harus direpotkan oleh ulah Si Supri. Tapi, ya... that's what friends are for, kan? Hehehe.
Terimakasih Janet dan Zahroh.
Jadi ingat di jaman-jaman nganggur dulu, kami bertiga sangat sering menghabiskan waktu di tepi "kolam pengakuan" untuk membicarakan hal-hal sederhana dalam kehidupan kami, tentang cinta-cintaan kami, tentang keinginan dan mimpi kami, tentang karakter, tentang ranger-ranger PLH SIKLUS ITS lainnya. Dulu di jaman itu, kami juga sering menghabiskan waktu untuk menginap di kosnya Janet (soalnya nyaman banget). Hehe. Di jaman itu, menurut kami, makan bersama adalah hal yang sangat biasa.
Tapi sekarang, ketika hal-hal biasa itu sudah jarang terjadi, maka hal-hal biasa itu menjadi hal-hal yang amat berharga. Kenangan itu memang tidak akan bisa kami ulang. Akan tetapi, kenangan itu akan selalu bisa untuk diingat. Kenangan itu akan menjadi cerita untuk anak-anakku nanti, bahwa dulu Ibunya mempunyai sahabat-sahabat dari PLH SIKLUS ITS yang amat menyenangkan. Kenangan itu juga akan menjadi doa bagiku untuk sahabat-sahabatku, semoga kelak di masa tua, kami bisa bertemu kembali untuk menertawakan kebodohan dan hal-hal konyol yang pernah kami lakukan bersama. Semoga nanti aku bisa dengan bangga mengatakan pada semua orang bahwa seseorang yang tengah berdiri di panggung untuk menerima penghargaan itu adalah sahabatku, atau bahwa seseorang yang telah berhasil mendirikan sekolah bakat itu adalah sahabatku, atau bahwa seseorang yang hatinya baik itu adalah sahabatku, atau bahwa seseorang yang bukunya telah diterbitkan hingga jutaan kopi itu adalah sahabatku, atau bahwa seseorang yang telah berhasil menjadi ibu yang baik itu adalah sahabatku. Well, semoga kenangan itu akhirnya bisa menjadi motivasi bagi kami untuk terus berusaha mencapai mimpi yang telah kami ukir masing-masing.

ranger PLH SIKLUS ITS lainnya

Hari ini, dua ranger Janet dan ranger Zahroh telah membuat sesuatu yang menyebalkan menjadi sesuatu yang menyenangkan.. Once again, thanks for being ranger. Hehe

OHYA! Bagaimana dengan Si Supri? Mau pake duit siapa besok ke bengkelnya? Sepertinya harus ngebon lagi ke Janet. Hehe ^^

Kamis, 13 Desember 2012

OTAK

Menulis beberapa kalimat. Hapus. Menulis lagi, beberapa kalimat. Hapus lagi.
Sebenarnya banyak sekali yang ingin aku sampaikan lewat tulisan di blog ini, tapi sepertinya gak penting dan basi. Amat basi.
Hmm. Bukannya yang akan aku tulis di sini semuanya penting dan gak basi, sih. Tapi inilah yang paling pantas dibaca oleh khalayak umum (hahaha, paling aku dewe -___-a)
Sekarang pun aku hanya ingin menulis tentang otakku yang sepertinya sudah mengalami penurunan fungsi. AAHH!!
Ada beberapa tanda-tandanya, antara lain:
PERTAMA: Aku naik bus yang salah. Hari ini, karena Si Supri masih betah menginap di bengkel, aku harus pergi ke Surabaya naik bus. Dengan semangat menggebu-gebu, setelah turun dari bison, aku berjalan menuju terminal bagian bus kota. Karena merasa sudah membaca jurusan yang kutuju di jendela bus, aku pun masuk ke bus. Tanpa basa-basi. Tanpa ba-bi-bu. Lamaaaa, bus belum berangkat juga. Sampai si pengamen sudah menyelesaikan dua lagu. Sampai ibu-ibu yang duduk di depanku menyelesaikan ceritanya, bahwa dia hampir dicopet dan tasnya hampir bolong karena diiris dengan silet oleh si pencopet. Lamaaaaa. Krik, krik, krik. Untuk membuang waktu, aku pun mengjak ngobrol Ibu-Ibu yang duduk di sebelahku. Begini obrolan kami:
Aku: Ibu mau kemana, Bu? (kepo banget, ya?)
Ibu-Ibu: mau pulang, Mbak, tadi dari Pasuruan. Mbaknya mau ke mana?
Aku: Mau ke kampus, Bu.
Ibu-Ibu: di mana kampusnya, Mbak?
Aku: di ITS Bu.
Ibu-Ibu: Ooh, nanti turun di Joyoboyo, ya Mbak?
Aku: Ndak Bu, di Bratang.
Ibu-Ibu: . . .
Aku: Pemberhentian paling akhir kan Bratang, Bu?
Ibu-Ibu: Ini kan bus jurusan Joyoboyo, Mbak...
Aku: Oh, hehe, salah ya, Bu? Aduh, salah, ya Bu...
Ibu-Ibu: Iya Mbak, itu bus Bratang yang di sebelah sana. (sambil nunjuk bus Bratang)
Aku: Hehe, wah ternyata salah bus. Hehe.
Dan aku langsung ngacir. Tepat ketika Pak Sopir Bus masuk ke dalam busnya. Fiuhbanget.

KEDUA: Sekarang sedang musim hujan, jelas-jelas musim hujan. Seharusnya otakku menyimpan informasi ini dengan baik, lalu meneruskannya menjadi perintah untuk membawa jas hujan, atau setidaknya jaket anti air setiap melakukan perjalanan dengan motor. Tapi aku TIDAK melakukannya. Aku tidak membawa jas hujan atau jaket anti air. Berita buruknya, hari ini aku memilih setelan kemeja dan celana jeans berwarna cerah. Hasilnya? Jangan ditanya lagi, sudah pasti bagian lengan bajuku yang tadinya cerah sekarang menjadi kecoklatan. Begitu juga dengan nasib celana jeansku yang cerah.

KETIGA: Hari ini aku harus pergi mengajar les privat untuk Rio dalam rangka persiapan UAS. Sekolah Rio selalu memberi kisi-kisi soal yang akan keluar untuk UAS. Tapi apa? Coba apa! Ternyata tiga lembar kertas bertuliskan kisi-kisi soal itu ketinggalan di rumah. Di Sidoarjo. Dan sekarang aku berada di Surabaya. Otakku menyimpan entah di mana informasi tentang kisi-kisi tersebut.

Cukup tiga gejala yang menunjukkan fakta bahwa otakku sedang mengalami penurunan. Sekarang aku lagi nginep di sekretariat SIKLUS, dan sangat mengantuk. Jadi, selamat pagi buat besok!

Rabu, 12 Desember 2012

Tentang yang Biasa dan Berharga --Si Supri

Hh.. Rangkaian kejadian dalam hidupku hari ini mirip sinetron bangeet.
Dimulai dengan mogoknya Si Supri (motorku) waktu perjalanan pulang dari ngajar les privat. Menurut perhitunganku, soalnya speedometer dan kawan-kawannya sudah gak berfungsi, bensinnya Si Supri masih aman. Tapi, kok mogok? Ah, mungkin aku yang salah perhitungan. Tanpa cek sana-sini, kudorong Si Supri menuju penjual bensin eceran terdekat. Sayangnya, arti dari kata 'terdekat' itu adalah sekitar 700 meter di depan. Huaah!
Oke, sampailah di kios bensin eceran yang kutuju. Lho, tapi kok... botolnya pada kosong? Ah, baiklah, di depan pasti ada kios bensin eceran lagi, maka dengan semangat kudorong Si Supri lebih cepat. Benar saja, beberapa meter berikutnya, kulihat kios bensin eceran. Alhamdulillah... Tapi... Setelah kuamati lagi, ternyata kios itu tutup, tidak ada botol-botol berisi bensin. Hei, jangan-jangan kelangkaan BBM sudah melanda Surabaya? Habislah kau Supri! Kasihan Si Supri, nasibnya sungguh buruk. Tanpa BBM, dia hanya akan mangkrak tak berguna sebagai besi tua.
Apa yang harus kulakukan?  Si Supri kehabisan bensin, dua kios bensin yang kutemui tidak punya stok bensin, dan pom bensin terdekat jaraknya masih berkilo-kilometer. Aargh! Pilihan? Coba kutebak, aku pasti punya pilihan. Pilihan pertama, aku akan diam saja dan menunggu seseorang datang dengan berbelas kasihan dan rela membantuku. Kedua, aku harus jalan terus, mencari bensin buat Si Supri. Ah, Ya! Pasti akan ada kios bensin eceran lagi sebelum sampai ke pom bensin yang masih berkilo-kilometer jauhnya itu.
Dengan optimisme super seperti superman, Si Supri pun kembali kudorong. Dan benarlah, beberapa menit kemudian, aku menemui kios bensin eceran yang botol-botolnya masih penuh. Alhamdulillah, ternyata kelangkaan BBM belum melanda Surabaya.
Aku menyapa Si Nenek Penjaga Kios Bensin Eceran, kita singkat saja menjadi Nenek Bensin. Nenek Bensin ternyata tidak berjualan bensin sendirian, tetapi dibantu oleh Cucu Si Nenek Penjaga Kios Bensin Eceran, kita singkat saja menjadi Cucu Bensin. Cucu Bensin dan Nenek Bensin saling bahu membahu memberi minum Si Supri dengan bensin. Pokoknya dramatis banget.
Oke, beres! Si Supri sudah gak dehidrasi, jadi dia pasti sudah sanggup berlari lagi. Kontak kuputar ke tombol on, ku pancal pedal starter nya (soalnya tombol starter Si Supri sudah gak bisa), dan.... Si Supri belum mau jalan. What's wrong???????
Ah, mungkin kurang panas. Kucoba lagi. Pancal lagi. Lagi-lagi, pancal lagi. Pancal, pancal, pancal, pancal lagi. Hhhh....
Mungkin karena kasihan melihatku, yang kelihatan putus asa, Nenek Bensin pun memanggil seseorang, "Mas, Mas, ini mbaknya dibantuin, dong.."
Sekian detik kemudian, datanglah mas-mas tegap dari dalam rumah Nenek Bensin...
Si Supri pun dipancal-pancal oleh mas-mas tegap, yang selanjutnya kita sebut saja sebagai Mas Bensin. Tapi sekuat apapun pancalan Mas Bensin, Si Supri tetep mogok. Akhirnya, Mas Bensin sampai pada kesimpulan bahwa busi nya Si Supri rusak, jadi harus diganti dengan yang baru. Aku pun, dengan perasaan deg-deg-an sambil berdoa semoga harga busi buat Si Supri tidak lebih dari Rp 20.000,- (karena cuma segitu yang ada di dompetku saat itu). Setelah berjalan agak jauh, akhirnya kutemukan bengkel yang masih menjual busi yang cocok buat Si Supri, yang katanya sudah agak jarang dijual. Dengan deg-deg-an, kutanya mas-mas penjaga bengkel, "berapa harganya mas?"
"Sepuluh ribu mbak," jawab mas-mas penjaga bengkel.
Alhamdulillah.. Masih kembali Rp 10.000,-. Masih bisa buat beli es teh. Haus bangettttt.
Aku kembali ke kios bensin dengan penuh harapan bahwa si Supri akan segera berhenti mogok jalan, dan bersedia mengantarku ke tempat tujuan berikutnya. Akan tetapi, ternyata setelah busi lama diganti dengan busi baru, Si Supri masih saja ngambek, belum mau jalan.... Aaah, Si Supri, kenapa ngambeknya di saat yang tidak tepat?
Aku frustasi. Hari ini seharusnya aku ngajar les privat tiga kali. Pertama, ngajar Ayu pukul 14.30-15.30 di Karangmenjangan. Kedua, ngajar Rio pukul 16.00-17.30 di Sukolilo. Ketiga, ngajar Eri pukul 19.00 di Sidoarjo. Ketiga adik lesku itu sedang menghadapi UAS di minggu yang sama, alhasil aku yang kerepotan membagi waktu.
Di tengah-tengah kesibukan itu, Si Supri malah ngambek gak karu-karuan. Dia malah mogok di tengah perjalananku menuju rumah Rio. Aku melirik jam di handphone. Sudah pukul 16.25. Akhirnya aku membatalkan les di rumah Rio. Maaf ya Riooo...
Si Supri masih saja mogok, meskipun Mas Bensin telah mencoba berbagai cara yang ia bisa. Akhirnya, Mas Bensin menyerah.
"Gak bisa saya, mbak," kata Mas Bensin.
"Iya deh, saya bawa ke bengkel aja ya Mas?"
"Iya deh, Mbak."
Dan kubawa Si Supri ke bengkel motor terdekat. Nah, karena persediaan uangku tinggal Rp 10.000,-, aku merasa perlu memanggil bala bantuan. Dan datanglah penyelamatku hari itu: Sulis!! Makasih. Makasih. Makasiiih. Hehehe.
Beberapa menit kemudian, setelah Si Supri diperiksa oleh Pak Bengkel, masalahnya pun ketahuan. Ternyata ada bagian kumparan di dalam 'Spul' nya Si Supri yang terbakar, sehingga karburator tidak mau menyala. Ah, entah deh. Intinya, Si Supri harus dibongkar dan baru bisa diambil keesokan harinya.
Aku menghembuskan napas.
Aku melihat motor-motor yang berlalu di jalan di depanku. Ah, seandainya Si Supri mau jalan seperti mereka... Seandainya Si Supri baik-baik saja... Seandainya Si Supri gak mogok, aku pasti bisa meluncur ke rumah Rio dan rumah Eri tanpa masalah. Seandainya Si Supri mau jalan, seperti biasa. Seperti BIASA.
Detik itu juga, aku menyadari bahwa sesuatu yang biasa akan berubah menjadi sesuatu yang amat berharga ketika sesuatu yang biasa itu hilang. Begitulah, hari itu aku belajar bahwa seharusnya kita menghargai sesuatu yang amat biasa yang sebenarnya amat berharga. Maka sejak hari itu, aku membuat kesepakatan pada diriku sendiri untuk selalu menjaga dan menghargai semua hal kecil yang terlihat biasa.
Terimakasih Supri...

Sabtu, 28 April 2012

bingung kasih judul :-)


Hola, hola.
Aku Ekky, cewek imut manis, tapi cuma kata Mama sama Ayahku. Heheh.
Seorang mahasiswi tingkat akhir yang lagi galau sama cin(TA)-nya.... Hei, bukan film cin(T)a lho ya, tapi cin(TA), yang artinya cin(TugasAkhir). Nge-lab belum selesai-selesai, apalagi nulis naskahnya... Euuh. Jadi, sebelum mengidap penyakit galau stadium akhir, ya akhirnya berselancar di dunia maya sambil nulis cerita-cerita gak penting berikut ini... Heheh.

Ngomong-ngomong soal tugas akhir, kalo misalnya tugas akhirku lancar jaya, berarti status kemahasiswaan-ku akan segera berakhir (AMIN). Waw.. Ternyata waktu berjalan begitu cepat. Rasanya baru kemarin aku ikutan ospek, eh tahu-tahu udah galau gara-gara Tugas Akhir aja... Kalau dihitung-hitung, dari awal agustus 2008 sampai sekarang, akhir april 2012, berarti udah hampir empat tahun aku ngendon jadi mahasiswa. Wah, lamaaa yaaa.. Tapi, bener, gak kerasa lho. Soalnya banyak banget yang terjadi, dan berkesan J.
Bermula dari pengisian formulir pendaftaran SNM-PTN...
Setelah meminta-minta pendapat dari berbagai pihak, yang semuanya mengatakan sebaiknya aku milih jurusan berbau pendidikan, yang artinya aku harus jadi Bu Guru.. Oh, No!! Akhirnya aku pun memilih tiga pilihan jurusan: pilihan pertama jurusan Kimia ITS, pilihan kedua jurusan Teknik Sistem Perkapalan ITS, pilihan ketiga jurusan Bahasa Jerman Universitas XX. Lho, kok, banting banget? Pilihan pertama dan kedua kan jurusannya sains banget, tapi pilihan ketiga kok malah bahasa? Heheh, soalnya aku ikutan kategori IPC. Kalo kategori IPA dan IPS kan pilihan jurusannya cuma dua, nah biar kesempatan lolos ujian SNM-PTN makin besar, aku milih kategori IPC. IPC itu gabungan IPA dan IPS, jadi jurusan yang dipilih boleh dari golongan IPA maupun IPS. Kategori IPC ini cukup menguntungkan, karena ada tiga pilihan jurusan yang boleh diisi. Tapi, karena ujiannya mencakup materi IPA dan IPS, akhirnya ya belajarnya makin rempong deh ciiin. Tak apalah, demi masuk universitas negeri, apapun jurusannya, heheh.
Kenapa aku milih Kimia, Teknik Sistem Perkapalan, dan Bahasa Jerman? Karena pada waktu itu, aku punya cita-cita “yang penting aku mau kuliah di ITS, gak peduli apa jurusannya”. Wait a minute, ada yang gak tahu ITS? Wah, ndeso kalian, hehehehehe pisss J. ITS itu Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, inget, bukan Institut Teknologi Surabaya lho ya... S-nya itu Sepuluh Nopember, bukan Surabaya lho ya.. Awas kalo masih salah aja, hehehe. Nah, pas tahun 2008, setelah ikutan berjuta-juta macam try out ujian SNM-PTN, nilai-nilaiku ternyata ada di sekitar passing grade-nya jurusan kimia, di bawahnya ada teknik sistem perkapalan, ya udah deh tak bungkus dua jurusan itu. Lalu, kemudian, dan selanjutnya, karena gengsi-ku terlalu gedhe kalau harus gak lolos ujian SNM-PTN, akhirnya aku milih jurusan bahasa jerman universitas XX, yang gosipnya waktu itu lebih banyak bangku kosongnya daripada pendaftarnya, so pasti diterima lah gak peduli sejeblok apa nilai ujiannya, hahahaha.
Sebelum ujian SNM-PTN, aku pun belajar siang, malem sore pagi nya molor, hahahaha. Gak ding, waktu itu aku bener-bener niat ingin jadi mahasiswa ITS. Saking niatnya, aku merelakan uang hasil tabungan selama SMA buat ikutan program intensif di Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) Prima*ama. Padahal duit itu celenganku buat beli HP layar warna, soalnya waktu itu aku pake HP dual color: item tulisannya, kuning layarnya. Batal deh, HP layar warna. Gak apa-apa deh, toh Ayah janji mau beliin HP warna kalo lolos SNM-PTN nya.
Singkat cerita, setelah intensif belajar beratus-ratus jam, panas-panasan dan desek-desekan naik angkot pas pergi ke LBB Prima*ama (soalnya si LBB agak jauh dari rumahku), tibalah harinya SNM-PTN.
Satu hal yang gak akan pernah aku lupa adalah, hari itu aku berangkat ke lokasi ujian dibonceng motor sama Mamaku. Mamaku rela berdingin-dingin berangkat subuh dari Sidoarjo ke Surabaya, dan rela berpanas-panas pas pulang dari Surabaya ke Sidoarjo. Kebetulan aku dapet lokasi ujian di Universitas Airlangga Surabaya. Pas sampai di lokasi ujian, ternyata kepagian dan masih sepi. Ya udah, aku sama Mama nyari tempat teduh dulu.
Perut krucuk-krucuk, nih, belum sarapan, pasti garap ujiannya nanti gak konsen, batinku.
Eh, gak taunya Mama ngeluarin bungkusan nasi dari dalam tasnya.
“Lho, Mama kapan masaknya?” tanyaku.
“Pas samean gurung tangi, Cha” (waktu kamu belum bangun, Cha)
Mamaku kebiasaan manggil aku Icha, transformasi dari Riza-nya Ekky Riza Enggawati. Imut-imut kan? Hehe.
Ya Allah, bangun jam berapa tadi Mamaku? Aku masih di dunia mimpi, Mama udah di dunia dapur.
Waktu aku mau makan pake tangan, soalnya lupa bawa sendok, Mama melarangku, lalu nyuapin aku pake tangannya. Hari itu, aku yang sudah lulus SMA, sudah berumur 18 tahun, dan akan mengikuti ujian SNM-PTN, makannya malah disuapi sama Mama.
“Wes didulang Mama ae, ben gak rusuh tanganmu”, kata Mamaku (udah disuapin Mama aja, biar tanganmu gak kotor)
Rasanya waktu itu aku terharu banget, sekarang pun, kalo lagi inget, aku sering mewek, hehehe.
Sebenarnya, aku bisa aja nebeng temenku berangkat ke lokasi ujian, tapi Mama yang bersikeras mau mengantarku. Mama bilang, “lek gak diterno Mama, samean gak ketompo nang ITS lho” (kalo gak dianter Mama, kamu gak keterima di ITS lho). Ya udah, nurut aja, lagipula aku lebih suka kemana-mana bareng Mama. Hehe, aku emang anak Mama.
Aku jadi inget dulu pas ujian masuk SMP Negeri pun, aku dianter Mama. Lebih parah lagi, karena belum punya motor, Mama bonceng aku naek sepeda pancal. Satu tangan Mama memegang setir sepeda pancal, dan satu tangannya lagi sesekali memegangi adikku yang duduk di keranjang depan sepeda. Untuk menuju SMP itu, kami harus melewati jembatan di atas sungai yang lumayan lebar, dan melewati jalanan di tengah sawah yang jalannya becek-becek gak ada ojek. Dan hasilnya? Alhamdulillah, aku diterima di SMP Negeri tersebut, terlebih lagi aku  mendapat peringkat satu. Itu semua karena doa Mamaku yang tulus.
Lanjut ke SNM-PTN...
Setelah sebulan berharap-harap cemas, akhirnya malam itu aku mendapat kabar baik. Aku lolos ujian SNM-PTN, dan berhasil masuk di jurusan pilihan pertama: Kimia ITS. Sekali lagi, itu berkat doa Mamaku. Aku membuat sedikit kejutan buat Mama. Malam itu, Mamaku yang belum tahu kabar gembiranya, baru pulang dari pengajian.
“Ma, pengumuman SNM-PTN nya udah keluar, Icha gak keterima...” kataku
“Oalah... Yo wes gak apa-apa, berarti emang gak rejeki,” kata Mamaku dengan legowo.
“Icha gak keterima di Universitas XX, tapi keterima di Kimia ITS,” kataku. Seketika Mama memelukku, dan menciumi kedua pipiku. Aku melihat setitik air di mata Mama. Kalau bang Andrea Hirata beruntung mempunyai Ayah juara satu, aku lebih beruntung lagi karena memiliki keduanya: Mama dan Ayah Juara Satu. I love you Mom and Dad.
Malam itu tampak seperti hari yang sangat menyenangkan bagiku, tapi ternyata masih banyak hari-hari lain yang lebih menyenangkan J...