Hola, hola.
Aku Ekky, cewek imut manis, tapi cuma kata Mama
sama Ayahku. Heheh.
Seorang mahasiswi tingkat akhir yang lagi
galau sama cin(TA)-nya.... Hei, bukan film cin(T)a lho ya, tapi cin(TA), yang
artinya cin(TugasAkhir). Nge-lab belum selesai-selesai, apalagi nulis
naskahnya... Euuh. Jadi, sebelum mengidap penyakit galau stadium akhir, ya
akhirnya berselancar di dunia maya sambil nulis cerita-cerita gak penting
berikut ini... Heheh.
Ngomong-ngomong soal tugas akhir, kalo
misalnya tugas akhirku lancar jaya, berarti status kemahasiswaan-ku akan segera
berakhir (AMIN). Waw.. Ternyata waktu berjalan begitu cepat. Rasanya baru
kemarin aku ikutan ospek, eh tahu-tahu udah galau gara-gara Tugas Akhir aja...
Kalau dihitung-hitung, dari awal agustus 2008 sampai sekarang, akhir april
2012, berarti udah hampir empat tahun aku ngendon jadi mahasiswa. Wah, lamaaa
yaaa.. Tapi, bener, gak kerasa lho. Soalnya banyak banget yang terjadi, dan
berkesan J.
Bermula dari pengisian formulir pendaftaran
SNM-PTN...
Setelah meminta-minta pendapat dari berbagai
pihak, yang semuanya mengatakan sebaiknya aku milih jurusan berbau pendidikan,
yang artinya aku harus jadi Bu Guru.. Oh, No!! Akhirnya aku pun memilih tiga
pilihan jurusan: pilihan pertama jurusan Kimia ITS, pilihan kedua jurusan
Teknik Sistem Perkapalan ITS, pilihan ketiga jurusan Bahasa Jerman Universitas
XX. Lho, kok, banting banget? Pilihan pertama dan kedua kan jurusannya sains
banget, tapi pilihan ketiga kok malah bahasa? Heheh, soalnya aku ikutan
kategori IPC. Kalo kategori IPA dan IPS kan pilihan jurusannya cuma dua, nah
biar kesempatan lolos ujian SNM-PTN makin besar, aku milih kategori IPC. IPC
itu gabungan IPA dan IPS, jadi jurusan yang dipilih boleh dari golongan IPA
maupun IPS. Kategori IPC ini cukup menguntungkan, karena ada tiga pilihan
jurusan yang boleh diisi. Tapi, karena ujiannya mencakup materi IPA dan IPS,
akhirnya ya belajarnya makin rempong deh
ciiin. Tak apalah, demi masuk universitas negeri, apapun jurusannya, heheh.
Kenapa aku milih Kimia, Teknik Sistem
Perkapalan, dan Bahasa Jerman? Karena pada waktu itu, aku punya cita-cita “yang
penting aku mau kuliah di ITS, gak peduli apa jurusannya”. Wait a minute, ada yang gak tahu ITS? Wah, ndeso kalian, hehehehehe
pisss J. ITS itu Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, inget, bukan Institut Teknologi Surabaya lho ya... S-nya itu Sepuluh
Nopember, bukan Surabaya lho ya.. Awas kalo masih salah aja, hehehe. Nah, pas
tahun 2008, setelah ikutan berjuta-juta macam try out ujian SNM-PTN,
nilai-nilaiku ternyata ada di sekitar passing
grade-nya jurusan kimia, di bawahnya ada teknik sistem perkapalan, ya udah
deh tak bungkus dua jurusan itu.
Lalu, kemudian, dan selanjutnya, karena gengsi-ku terlalu gedhe kalau harus gak lolos ujian SNM-PTN, akhirnya aku milih jurusan
bahasa jerman universitas XX, yang gosipnya waktu itu lebih banyak bangku
kosongnya daripada pendaftarnya, so
pasti diterima lah gak peduli sejeblok apa nilai ujiannya, hahahaha.
Sebelum ujian SNM-PTN, aku pun belajar siang,
malem sore pagi nya molor, hahahaha. Gak ding, waktu itu aku bener-bener niat
ingin jadi mahasiswa ITS. Saking niatnya, aku merelakan uang hasil tabungan
selama SMA buat ikutan program intensif di Lembaga Bimbingan Belajar (LBB)
Prima*ama. Padahal duit itu celenganku buat beli HP layar warna, soalnya waktu
itu aku pake HP dual color: item tulisannya, kuning layarnya. Batal deh, HP
layar warna. Gak apa-apa deh, toh Ayah janji mau beliin HP warna kalo lolos
SNM-PTN nya.
Singkat cerita, setelah intensif belajar
beratus-ratus jam, panas-panasan dan desek-desekan naik angkot pas pergi ke LBB
Prima*ama (soalnya si LBB agak jauh dari rumahku), tibalah harinya SNM-PTN.
Satu hal yang gak akan pernah aku lupa adalah,
hari itu aku berangkat ke lokasi ujian dibonceng motor sama Mamaku. Mamaku rela
berdingin-dingin berangkat subuh dari Sidoarjo ke Surabaya, dan rela
berpanas-panas pas pulang dari Surabaya ke Sidoarjo. Kebetulan aku dapet lokasi
ujian di Universitas Airlangga Surabaya. Pas sampai di lokasi ujian, ternyata kepagian
dan masih sepi. Ya udah, aku sama Mama nyari tempat teduh dulu.
Perut krucuk-krucuk, nih, belum sarapan, pasti
garap ujiannya nanti gak konsen, batinku.
Eh, gak taunya Mama ngeluarin bungkusan nasi
dari dalam tasnya.
“Lho, Mama kapan masaknya?” tanyaku.
“Pas samean gurung tangi, Cha” (waktu kamu
belum bangun, Cha)
Mamaku kebiasaan manggil aku Icha,
transformasi dari Riza-nya Ekky Riza Enggawati. Imut-imut kan? Hehe.
Ya Allah, bangun jam berapa tadi Mamaku? Aku
masih di dunia mimpi, Mama udah di dunia dapur.
Waktu aku mau makan pake tangan, soalnya lupa
bawa sendok, Mama melarangku, lalu nyuapin aku pake tangannya. Hari itu, aku
yang sudah lulus SMA, sudah berumur 18 tahun, dan akan mengikuti ujian SNM-PTN,
makannya malah disuapi sama Mama.
“Wes didulang Mama ae, ben gak rusuh
tanganmu”, kata Mamaku (udah disuapin Mama aja, biar tanganmu gak kotor)
Rasanya waktu itu aku terharu banget, sekarang
pun, kalo lagi inget, aku sering mewek, hehehe.
Sebenarnya, aku bisa aja nebeng temenku
berangkat ke lokasi ujian, tapi Mama yang bersikeras mau mengantarku. Mama
bilang, “lek gak diterno Mama, samean gak ketompo nang ITS lho” (kalo gak
dianter Mama, kamu gak keterima di ITS lho). Ya udah, nurut aja, lagipula aku
lebih suka kemana-mana bareng Mama. Hehe, aku emang anak Mama.
Aku jadi inget dulu pas ujian masuk SMP Negeri
pun, aku dianter Mama. Lebih parah lagi, karena belum punya motor, Mama bonceng
aku naek sepeda pancal. Satu tangan Mama memegang setir sepeda pancal, dan satu
tangannya lagi sesekali memegangi adikku yang duduk di keranjang depan sepeda.
Untuk menuju SMP itu, kami harus melewati jembatan di atas sungai yang lumayan
lebar, dan melewati jalanan di tengah sawah yang jalannya becek-becek gak ada
ojek. Dan hasilnya? Alhamdulillah, aku diterima di SMP Negeri tersebut, terlebih
lagi aku mendapat peringkat satu. Itu
semua karena doa Mamaku yang tulus.
Lanjut ke SNM-PTN...
Setelah sebulan berharap-harap cemas, akhirnya
malam itu aku mendapat kabar baik. Aku lolos ujian SNM-PTN, dan berhasil masuk
di jurusan pilihan pertama: Kimia ITS. Sekali lagi, itu berkat doa Mamaku. Aku
membuat sedikit kejutan buat Mama. Malam itu, Mamaku yang belum tahu kabar
gembiranya, baru pulang dari pengajian.
“Ma, pengumuman SNM-PTN nya udah keluar, Icha
gak keterima...” kataku
“Oalah... Yo wes gak apa-apa, berarti emang
gak rejeki,” kata Mamaku dengan legowo.
“Icha gak keterima di Universitas XX, tapi
keterima di Kimia ITS,” kataku. Seketika Mama memelukku, dan menciumi kedua
pipiku. Aku melihat setitik air di mata Mama. Kalau bang Andrea Hirata beruntung
mempunyai Ayah juara satu, aku lebih beruntung lagi karena memiliki keduanya:
Mama dan Ayah Juara Satu. I love you Mom and Dad.
Malam itu tampak seperti hari yang sangat
menyenangkan bagiku, tapi ternyata masih banyak hari-hari lain yang lebih menyenangkan
J...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih ^^