Hh.. Rangkaian kejadian dalam hidupku hari ini mirip sinetron bangeet.
Dimulai dengan mogoknya Si Supri (motorku) waktu perjalanan pulang dari ngajar les privat. Menurut perhitunganku, soalnya speedometer dan kawan-kawannya sudah gak berfungsi, bensinnya Si Supri masih aman. Tapi, kok mogok? Ah, mungkin aku yang salah perhitungan. Tanpa cek sana-sini, kudorong Si Supri menuju penjual bensin eceran terdekat. Sayangnya, arti dari kata 'terdekat' itu adalah sekitar 700 meter di depan. Huaah!
Oke, sampailah di kios bensin eceran yang kutuju. Lho, tapi kok... botolnya pada kosong? Ah, baiklah, di depan pasti ada kios bensin eceran lagi, maka dengan semangat kudorong Si Supri lebih cepat. Benar saja, beberapa meter berikutnya, kulihat kios bensin eceran. Alhamdulillah... Tapi... Setelah kuamati lagi, ternyata kios itu tutup, tidak ada botol-botol berisi bensin. Hei, jangan-jangan kelangkaan BBM sudah melanda Surabaya? Habislah kau Supri! Kasihan Si Supri, nasibnya sungguh buruk. Tanpa BBM, dia hanya akan mangkrak tak berguna sebagai besi tua.
Apa yang harus kulakukan? Si Supri kehabisan bensin, dua kios bensin yang kutemui tidak punya stok bensin, dan pom bensin terdekat jaraknya masih berkilo-kilometer. Aargh! Pilihan? Coba kutebak, aku pasti punya pilihan. Pilihan pertama, aku akan diam saja dan menunggu seseorang datang dengan berbelas kasihan dan rela membantuku. Kedua, aku harus jalan terus, mencari bensin buat Si Supri. Ah, Ya! Pasti akan ada kios bensin eceran lagi sebelum sampai ke pom bensin yang masih berkilo-kilometer jauhnya itu.
Dengan optimisme super seperti superman, Si Supri pun kembali kudorong. Dan benarlah, beberapa menit kemudian, aku menemui kios bensin eceran yang botol-botolnya masih penuh. Alhamdulillah, ternyata kelangkaan BBM belum melanda Surabaya.
Aku menyapa Si Nenek Penjaga Kios Bensin Eceran, kita singkat saja menjadi Nenek Bensin. Nenek Bensin ternyata tidak berjualan bensin sendirian, tetapi dibantu oleh Cucu Si Nenek Penjaga Kios Bensin Eceran, kita singkat saja menjadi Cucu Bensin. Cucu Bensin dan Nenek Bensin saling bahu membahu memberi minum Si Supri dengan bensin. Pokoknya dramatis banget.
Oke, beres! Si Supri sudah gak dehidrasi, jadi dia pasti sudah sanggup berlari lagi. Kontak kuputar ke tombol on, ku pancal pedal starter nya (soalnya tombol starter Si Supri sudah gak bisa), dan.... Si Supri belum mau jalan. What's wrong???????
Ah, mungkin kurang panas. Kucoba lagi. Pancal lagi. Lagi-lagi, pancal lagi. Pancal, pancal, pancal, pancal lagi. Hhhh....
Mungkin karena kasihan melihatku, yang kelihatan putus asa, Nenek Bensin pun memanggil seseorang, "Mas, Mas, ini mbaknya dibantuin, dong.."
Sekian detik kemudian, datanglah mas-mas tegap dari dalam rumah Nenek Bensin...
Si Supri pun dipancal-pancal oleh mas-mas tegap, yang selanjutnya kita sebut saja sebagai Mas Bensin. Tapi sekuat apapun pancalan Mas Bensin, Si Supri tetep mogok. Akhirnya, Mas Bensin sampai pada kesimpulan bahwa busi nya Si Supri rusak, jadi harus diganti dengan yang baru. Aku pun, dengan perasaan deg-deg-an sambil berdoa semoga harga busi buat Si Supri tidak lebih dari Rp 20.000,- (karena cuma segitu yang ada di dompetku saat itu). Setelah berjalan agak jauh, akhirnya kutemukan bengkel yang masih menjual busi yang cocok buat Si Supri, yang katanya sudah agak jarang dijual. Dengan deg-deg-an, kutanya mas-mas penjaga bengkel, "berapa harganya mas?"
"Sepuluh ribu mbak," jawab mas-mas penjaga bengkel.
Alhamdulillah.. Masih kembali Rp 10.000,-. Masih bisa buat beli es teh. Haus bangettttt.
Aku kembali ke kios bensin dengan penuh harapan bahwa si Supri akan segera berhenti mogok jalan, dan bersedia mengantarku ke tempat tujuan berikutnya. Akan tetapi, ternyata setelah busi lama diganti dengan busi baru, Si Supri masih saja ngambek, belum mau jalan.... Aaah, Si Supri, kenapa ngambeknya di saat yang tidak tepat?
Aku frustasi. Hari ini seharusnya aku ngajar les privat tiga kali. Pertama, ngajar Ayu pukul 14.30-15.30 di Karangmenjangan. Kedua, ngajar Rio pukul 16.00-17.30 di Sukolilo. Ketiga, ngajar Eri pukul 19.00 di Sidoarjo. Ketiga adik lesku itu sedang menghadapi UAS di minggu yang sama, alhasil aku yang kerepotan membagi waktu.
Di tengah-tengah kesibukan itu, Si Supri malah ngambek gak karu-karuan. Dia malah mogok di tengah perjalananku menuju rumah Rio. Aku melirik jam di handphone. Sudah pukul 16.25. Akhirnya aku membatalkan les di rumah Rio. Maaf ya Riooo...
Si Supri masih saja mogok, meskipun Mas Bensin telah mencoba berbagai cara yang ia bisa. Akhirnya, Mas Bensin menyerah.
"Gak bisa saya, mbak," kata Mas Bensin.
"Iya deh, saya bawa ke bengkel aja ya Mas?"
"Iya deh, Mbak."
Dan kubawa Si Supri ke bengkel motor terdekat. Nah, karena persediaan uangku tinggal Rp 10.000,-, aku merasa perlu memanggil bala bantuan. Dan datanglah penyelamatku hari itu: Sulis!! Makasih. Makasih. Makasiiih. Hehehe.
Beberapa menit kemudian, setelah Si Supri diperiksa oleh Pak Bengkel, masalahnya pun ketahuan. Ternyata ada bagian kumparan di dalam 'Spul' nya Si Supri yang terbakar, sehingga karburator tidak mau menyala. Ah, entah deh. Intinya, Si Supri harus dibongkar dan baru bisa diambil keesokan harinya.
Aku menghembuskan napas.
Aku melihat motor-motor yang berlalu di jalan di depanku. Ah, seandainya Si Supri mau jalan seperti mereka... Seandainya Si Supri baik-baik saja... Seandainya Si Supri gak mogok, aku pasti bisa meluncur ke rumah Rio dan rumah Eri tanpa masalah. Seandainya Si Supri mau jalan, seperti biasa. Seperti BIASA.
Detik itu juga, aku menyadari bahwa sesuatu yang biasa akan berubah menjadi sesuatu yang amat berharga ketika sesuatu yang biasa itu hilang. Begitulah, hari itu aku belajar bahwa seharusnya kita menghargai sesuatu yang amat biasa yang sebenarnya amat berharga. Maka sejak hari itu, aku membuat kesepakatan pada diriku sendiri untuk selalu menjaga dan menghargai semua hal kecil yang terlihat biasa.
Terimakasih Supri...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih ^^