Rabu, 15 Mei 2013

Halo WaterDrop


Halo para tetesan hujan sore ini, bagaimana langit? Apakah atmosfer masih bersedia melindungi bumi? Apakah bulan masih setia menemani bumi? Apakah para tetesan air masih mendapatkan cara untuk dapat meresap ke dalam tanah?
Sepertinya aku membutuhkan semacam meditasi. Aku selalu bingung beberapa minggu terakhir ini. Bahkan aku melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ingin kulakukan. Pikiranku selalu tidak stabil, selalu berubah. Aku masih belum mantap dengan proposal hidupku.
Apalagi saat ini keluargaku sedang dilanda masalah yang cukup serius. Aku jadi merasa egois jika harus tetap melanjutkan perjalanan mimpiku.
Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengan seseorang dari empat setengah  tahun yang lalu. Can you guess who? I won’t tell you the name! Semakin menambah sesuatu dalam pikiranku.
Dan malam ini aku baru saja selesai menonton film yang sangat bagus berjudul “Freedom Writers”. Film ini diangkat dari buku harian yang ditulis oleh murid-murid di kelas 203 Wodrow Wilson HS, Longbeach. Murid-murid dalam kelas ini adalah ‘korban’ dari tindakan rasis yang membeda-bedakan warna kulit dan suku. It’s a really nice film, yang membuka wawasan kita bahwa tidak semua negara seperti negara kita, beloved Indonesia yang ‘aman’ ‘tentram’. Yah, meskipun banyak hal buruk yang terjadi terhadap Indonesia, tetapi setidaknya kita harus bersyukur bahwa Indonesia adalah negara yang aman tanpa orang-orang yang membawa pistol di jalanan.
Dan, ada yang tahu buku Totto Chan’s Children? Buku ini juga buku yang sangat bagus dan membuka wawasan. Buku ini membuatku bersyukur bahwa aku hidup di negara yang ‘cukup’ damai. Oh please, jangan mengajakku berdiskusi tentang negara, karena aku tidak tahu apa-apa. Aku hanya merasa perlu bersyukur bahwa aku tidak perlu khawatir akan menginjak ranjau darat bekas perang saudara. Aku juga merasa perlu bersyukur bahwa aku dan banyak orang lainnya di Indonesia tidak perlu mengalami kekeringan panjang sampai-sampai kehabisan air untuk sekedar diminum.
Ohya, ohya, satu lagi, aku juga baru saja selesai membaca buku “Sadako and A Thousand Cranes”. Cerita tentang seorang anak Jepang yang divonis Leukimia akibat radiasi nuklir dari bom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki. Buku ini tidak tebal, tetapi sangat menyentuh dan membuka wawasan. Serta, lagi-lagi membuatku bersyukur bahwa Indonesia tidak pernah dijatuhi bom nuklir sedahsyat itu. Atau, apakah Indonesia bakal jadi lebih baik kalau saja dijatuhi bom nuklir? Mengerti maksudku kan? Jepang tidak tiba-tiba menjadi negara yang maju. Jepang membutuhkan perjuangan untuk mencapai semuanya. Apakah suatu saat Indonesia bisa menjadi jauh lebih maju daripada hari ini?
Para tetesan air hujan sore ini, tolong bagikan aku doa-doa terbaikmu, agar aku mampu untuk segera memutuskan kemana arahku.

Love,                                                                  
AnotherWaterDrop