Minggu, 02 Desember 2012

Goes to Jemberrrrrrrrrrrrrrrrrrr [part 2]


Baca cerita sebelumnya di sini.

Oke. Adegan tadi hanya berarti, mengapa mereka (Slow, Beuh, Bambu) tega tidak membangunkan kami (aku, Nurma, Sulis) pukul 01.00 tadi? Karena mereka (Slow, Beuh, Bambu) khilaf tertidur sampai pukul 03.00. Oleh karena itu, mereka (Slow, Beuh, Bambu) harus bertanggung jawab untuk segera membawa kami (aku, Nurma, Sulis) pergi ke Pantai Papuma.
Setelah subuh dan bersiap-siap, kami pun berangkat ke Pantai Papuma. Sekitar pukul 06.00, sampailah kami di Pantai yang terkenal dengan batuan besarnya yang indah.

Pantai Papuma sangat indah. Air pantainya hijau kebiruan. Pasirnya putih, tetapi tidak lebih putih dari baju putih yang dicuci pakai R*NSO. Ombaknya tidak terlalu rendah, juga tidak terlalu tinggi. Beberapa meter dari pantai, ada beberapa bebatuan besar dan tinggi yang muncul dari dasar laut. Inilah yang menjadi ciri khas Pantai Papuma. Beberapa batu besar dengan ajaib menumpang di atas batu lainnya yang lebih kecil. 

salah satu batu besar yang menjadi icon Pantai Papuma. (ki-ka: nurma, aku)

menikmati ombak Papuma (ki-ka: Slow, aku, Bambu, Nurma)
Pantai Papuma membentang panjang dan melengkung. Untuk mencapai bagian lengkungan lainnya, kami mengendarai motor dengan sedikit nge-track, karena jalannya meninggi. Di bagian ini, rupanya pantai dan daratan dipisahkan oleh semacam tebing tanah berbatu yang tingginya dua sampai tiga meter. Kami menuruni tebing itu, dan bermain sepuasnya di pantai. *pokoknya-fiuh-banget-deh-kalau-sudah-sampai-di-sini*
Setelah basah-basahan, kami memutuskan untuk melihat-lihat ke bagian tebing yang lebih tinggi. Di bagian tebing yang lebih tinggi ini, kami bisa melihat bentangan pantai yang ternyata sangat panjang. Di salah satu bagian bentangan pantai, ada sebuah daratan yang terbentuk oleh batuan yang menjorok ke laut. Bagian yang menjorok itu terlihat sangat besar. Namun, ketika kami bergerak naik ke dataran yang lebih tinggi lagi, bagian itu terlihat kecil. Semakin tinggi, semakin kecil. Memberiku pemahaman tentang betapa agungnya Sang Maha Pencipta. 
batu yang menjadi ciri khas Pantai Papuma (ki-ka: aku, Sulis, Bambu, Nurma, Beuh)

bebatuan terlihat kecil, karena gambar diambil dari tebing yang lebih tinggi
Pantai Papuma indah sekali. Sempurna. Hanya satu kekurangannya: airnya tetep asin (Yaiyalah, namanya juga laut -_-).
Puas di Pantai Papuma, pukul 09.00 kami pun kembali ke basecamp BEKISAR. Setelah mandi, dhuhur dan makan, kami melanjutkan pencarian bangsa kerang dan semut di sebuah tempat yang disebut Rembangan. Konon, Rembangan adalah payungnya kabupaten Jember. Aku sempat mengira Rembangan terletak di persimpangan jalan yang gemerlap dengan lampu di malam hari. Tapi ternyata, Rembangan terletak di dataran tinggi, dimana kami bisa melihat kabupaten Jember yang lebih banyak hijaunya daripada gedungnya. Di Rembangan, berjajar warung-warung yang menjual minuman dan makanan ringan, hampir seperti warung-warung di Pantai Kenjeran. Bedanya, di Rembangan tidak ada warung yang menjual kupang (makanan khas Sidoarjo, bukan Surabaya lho!) seperti yang banyak dijual di warung-warung Pantai Kenjeran. Beberapa warung di Rembangan memiliki tempat lesehan yang disekat-sekat sempit seperti kandang ayam. Rupanya sekat-sekat itu berfungsi untuk “menghormati privasi” setiap pasangan yang akan menghabiskan waktu luang di sana. Memang ruang lesehan yang disekat itu hanya cukup untuk dua orang. Ternyata para pasangan yang memadu kasih di Rembangan lebih di-fasilitas-i daripada di Pantai Kenjeran. Sudah cukup sering ditemukan para pasangan yang menghabiskan waktu luangnya di Kenjeran harus bersembunyi di balik semak atau pohon, entah sedang berkegiatan apa. Lepas dari lesehan bersekat itu, Rembangan adalah objek wisata yang indah dan hijau. Sayangnya, waktu itu kami pergi ke Rembangan sore hari, padahal menurut narasumber pemandangan dari atas sini jauh lebih indah di malam hari karena lampu-lampu yang menyala di bawah sana.
Sebelum mengikuti rombongan pergi ke Rembangan, aku sempat diajak Slow pergi ke suatu tempat. Wow, rupanya tempat itu adalah kandang bebek. Ternyata, selain bersahabat dengan bangsa lele, Slow juga bersahabat dengan bangsa bebek. Jangan-jangan, bangsa bebek betina dan bangsa lele betina sedang memperebutkan Slow untuk menjadikannya bapak dari anak-anak mereka? Apapun itu, Slow layak diacungi jempol karena memiliki jiwa wirausaha yang oke.
Setelah merasa cukup menghabiskan waktu di Rembangan, kami kembali ke basecamp BEKISAR. Awal rencana, kami akan pulang sore itu setelah sholat ashar, ternyata si empunya basecamp tidak mempersilakan kami pulang sebelum menjajal wedang khas yang terkenal di Kabupaten Jember: Wedang Cor.
Kami tidak perlu menyesal pulang larut malam, sebab wedang cor memang lain, belum pernah kami temukan di Surabaya. Wedang cor [sepertinya] dibuat dari wedang jahe yang dicampur dengan susu kental manis, ditambah dengan tape ketan hitam yang semakin menghangatkannya. Segelas wedang cor saja sudah membuat kami amat kenyang. Selesai menikmati wedang cor, kami pun pulang naik bus menuju Surabaya.
Aku sampai di rumah pukul 02.00. Terimakasih buat Ayah dan Mama yang mau jemput aku dini hari di jalan arteri Porong. Hehe.
Jember sangat menyenangkan. Terimakasih buat para personil BEKISAR yang sudah mengajak kami pergi ke tempat-tempat yang indah dan menyenangkan, juga atas sambutan yang luar biasa ramah. Semoga tali silaturahmi kita tidak akan pernah terputus. Aamiin. I’m waitin for your visiting to Surabaya, Pantai Kenjeran yang penuh dengan “fenomena” pun menunggu kalian. Hahaha.

PS: foto kelihatan gak maksimal karena menggunakan kamera beresolusi rendah.

2 komentar:

terimakasih ^^