Sore itu hujan.
Akhirnya. Setelah mendung yang lama menggelayut di langit pulau di utara
Surabaya: Madura.
Sabtu, 17 November
2012, aku menyaksikan bagian lain dari kehidupan yang akhir-akhir ini sedang
kuanggap monoton. Hujan.
Sudah lama aku
merindukan hujan. Hujan itu turun beberapa saat setelah aku keluar dari
kendaraan sekedar untuk berfoto di sebuah tambang batu kapur. Titik-titik air
jatuh dari langit, pelan membentuk gerimis. Butiran air itu mendarat halus di
kerudung, kemeja, celana, serta bagian kulitku yang terbuka. Aku menengadahkan
wajah, sejenak menikmati kesegaran yang memeluk. Tersenyum sambil berbisik, “Waaah,
hujan...” hingga titik-titik air itu masuk ke dalam kerongkonganku.
Belum sempat aku
menikmati hujan, membasuh rinduku pada hujan, seorang rekan memberi isyarat
untuk segera masuk ke dalam kendaraan dan melanjutkan perjalanan. Mereka tidak
tahu betapa aku menantikan hujan.
Maka sepanjang
perjalanan itu aku melihat ke luar jendela, mengamati tetes hujan. Butiran air
menimpa kaca jendela mobil, membuatnya sedikit buram namun lebih indah. Butiran
itu sempurna menghiasi sore hariku dalam perjalanan ini.
Di luar jendela,
bisa kulihat anak-anak berlarian dalam hujan, saling kejar dan tertawa.
Anak-anak itu tidak peduli apakah dingin hujan mampu menurunkan sistem imun
mereka hingga bisa jadi selesai bermain bersama hujan, mereka malah jatuh
sakit: demam. Yang mereka tahu adalah mereka mencintai hujan. Mereka menantikan
hujan. Lama sekali. Hingga ketika hujan itu datang, tidak peduli larangan ibu
mereka masing-masing, mereka berhamburan ke luar rumah. Menyambut hujan.
Bermain bersama hujan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih ^^