Senin, 19 November 2012

Bermain bersama hujan


Sore itu hujan. Akhirnya. Setelah mendung yang lama menggelayut di langit pulau di utara Surabaya: Madura.
Sabtu, 17 November 2012, aku menyaksikan bagian lain dari kehidupan yang akhir-akhir ini sedang kuanggap monoton. Hujan.
Sudah lama aku merindukan hujan. Hujan itu turun beberapa saat setelah aku keluar dari kendaraan sekedar untuk berfoto di sebuah tambang batu kapur. Titik-titik air jatuh dari langit, pelan membentuk gerimis. Butiran air itu mendarat halus di kerudung, kemeja, celana, serta bagian kulitku yang terbuka. Aku menengadahkan wajah, sejenak menikmati kesegaran yang memeluk. Tersenyum sambil berbisik, “Waaah, hujan...” hingga titik-titik air itu masuk ke dalam kerongkonganku.
Belum sempat aku menikmati hujan, membasuh rinduku pada hujan, seorang rekan memberi isyarat untuk segera masuk ke dalam kendaraan dan melanjutkan perjalanan. Mereka tidak tahu betapa aku menantikan hujan.
Maka sepanjang perjalanan itu aku melihat ke luar jendela, mengamati tetes hujan. Butiran air menimpa kaca jendela mobil, membuatnya sedikit buram namun lebih indah. Butiran itu sempurna menghiasi sore hariku dalam perjalanan ini.
Di luar jendela, bisa kulihat anak-anak berlarian dalam hujan, saling kejar dan tertawa. Anak-anak itu tidak peduli apakah dingin hujan mampu menurunkan sistem imun mereka hingga bisa jadi selesai bermain bersama hujan, mereka malah jatuh sakit: demam. Yang mereka tahu adalah mereka mencintai hujan. Mereka menantikan hujan. Lama sekali. Hingga ketika hujan itu datang, tidak peduli larangan ibu mereka masing-masing, mereka berhamburan ke luar rumah. Menyambut hujan. Bermain bersama hujan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih ^^