Sedikit berbagi pengetahuan atas apa
yang telah saya dapatkan dari sebuah pelatihan.
Apa yang Anda pikirkan pertama kali
ketika mendengar kata ‘Liberalisme’?
Saya sendiri hanya bisa menjawabnya
dengan beberapa patah kata, yaitu liberalisme sebagai kebebasan berpikir. Saya
bukan mahasiswa hukum, dan basic pengetahuan saya sama sekali tidak berhubungan
dengan liberalisme maupun isme-isme yang lain. Tapi Saya cukup sering mendengar
orang-orang menyebut kata liberalisme. Jadi, ya, Saya hanya bisa memutar
sedikit ingatan saya tentang liberalisme, dan menemukan bahwa liberalisme itu
berarti kebebasan. Kebebasan berpikir, lebih tepatnya. Mengapa demikian? Karena
menurut Saya, sumber dari kebebasan itu adalah pikiran kita sendiri. Apapun
yang telah maupun yang akan kita lakukan, tentu bersumber dari pikiran kita.
Kekangan atau kebebasan yang kita dapatkan, itu pun bersumber dari pikiran kita
sendiri. Seorang filsuf pernah berkata ‘Apa yang kita yakini, itulah yang akan terjadi’.
Itu lah batas pengetahuan saya tentang
liberalisme, sebelum mengikuti pelatihan berjudul “Liberal Workshop for Student
on Climate Change and Freemarket”. Pelatihan yang digelar pada tanggal 22-23
Februari 2012 di Country Haritage Resort Hotel tersebut, dihadiri oleh
perwakilan mahasiswa dari penggiat lingkungan dan aktivis kampus di tiga
universitas ternama di Surabaya, yaitu Universitas Airlangga (Unair),
Universitas Negeri Surabaya (Unesa), dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember
(ITS). Penyelenggara pelatihan ini sendiri adalah komunitas pencinta lingkungan
bernama Akar Petit bekerja sama dengan Freedom Institute dan Friedrich Nauman
Stiftung.
Tujuan dari pelatihan ini adalah
memberikan pengetahuan bagi peserta tentang peran free market sebagai bagian
dari liberalisme dalam meminimalisir penyebab global warming.
Seperti yang Anda ketahui, bahwa bumi
kita ini sedang didera oleh fakta tentang Climate Change, yang disebabkan oleh
Global Warming. Saya jadi mengingat ada salah seorang peserta pelatihan yang
berkata, “Ibaratnya, sebutan perubahan iklim atau Climate Change itu hanya
tepukan pelan di pipi, sedangkan sebutan pemanasan global atau Global Warming
itu adalah tamparan keras.”
Singkatnya, Global Warming disebabkan
oleh munculnya gas-gas di atmosfer yang memberikan efek rumah kaca, sehingga
bumi mengalami kenaikan suhu. Selain itu, global warming juga disebabkan oleh
deplesi ozon, sebagai akibat dari penggunaan zat-zat pengurai O3
(Ozon) seperti CFC yang sering didapati penggunaannya dalam mesin pendingin.
Kenaikan suhu bumi kemudian disebut sebagai global warming, yang menjadi
penyebab perubahan iklim. Di Indonesia sendiri, perubahan iklim terbukti dengan
bergesernya waktu musim kemarau dan musim penghujan, bahkan musim tersebut
mulai berlagak seperti sistem yang kacau.
Masyarakat berpendapat bahwa penyebab
utama global warming berasal dari emisi kendaraan bermotor dan limbah industri.
Ya, memang begitu kenyataannya. Menurut Dewan Nasional Perubahan Iklim, gas
rumah kaca yang paling berperan dalam pemanasan global adalah CO2
yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, serta CO2 yang
dihasilkan karena deforestasi. Namun jika ditilik lagi, bahkan sebelum bumi mengenal
industrialisasi pun, global warming telah terjadi. Beberapa juta tahun yang
lalu, bumi mengalami jaman es. Menurut para ilmuwan, akhir dari jaman es
tersebut disebabkan meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer
yang menyebabkan kenaikan suhu bumi, sehingga dapat mencairkan es yang menutupi
permukaan bumi. Ada pula yang berpendapat bahwa rotasi bumi terhadap matahari
tidak berada pada posisi yang simetris, sehingga perubahan iklim dapat terjadi setiap 150 juta
tahun sekali.
Menurut logika, solusi dari suatu
permasalahan adalah dengan meniadakan penyebab dari permasalahan tersebut. Sehingga,
jika dikatakan industrialisasi adalah penyebab utama global warming, maka industrialisasi
pun harus di-STOP agar global warming juga bisa STOP. Namun, tidak bisa serta
merta seperti demikian. Tidak bisa dipungkiri, bahwa kehidupan manusia bumi
telah bergantung pada industrialisasi. Segala kebutuhan manusia dapat dipenuhi
dengan industrialisasi, mulai dari kebutuhan pangan sampai angkutan menuju
bulan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwasanya
global warming disebabkan oleh dua hal yang tidak bisa dihentikan begitu saja,
yaitu industrialisasi serta gejala alam itu sendiri. Maka dari itu, yang perlu
dipikirkan adalah bagaimana cara meminimalisir penyebab global warming, tetapi
kebutuhan manusia tetap terpenuhi.
Banyak tindakan telah dilakukan untuk
meminimalisir global warming, beberapa di antaranya efisiensi bahan bakar,
inovasi teknologi, dan penggunaan energi alternatif ramah lingkungan, yang
menurut pembicara dalam pelatihan ini merupakan tindakan kapitalis. Saya
sendiri, karena pengetahuan saya berkembang di lingkungan ilmu pasti, yakin
bahwa tiga tindakan kapitalis tersebut merupakan tindakan paling berpengaruh
terhadap minimalisasi global warming. Namun, dalam pelatihan ini, saya mendapat
pandangan bahwa global warming dapat diminimalisasi dengan cara-cara yang belum
pernah terpikirkan oleh saya J.
Cara-cara tersebut, yang belum pernah
terpikirkan oleh saya, berkembang dari pemikiran berpaham liberal. Seperti yang
telah saya sebutkan di atas, bahwa liberalisme ini merupakan paham kebebasan.
Terdapat beberapa nilai yang berkembang dalam liberalisme ini, antara lain
tentang property right, toleransi, individu, demokrasi, kompetisi, aparat,
regulasi dan free market/perdagangan bebas. Kemudian, dari nilai property
right/hak milik, berkembang suatu pemikiran bahwa manusia cenderung lebih suka
menjaga dan merawat materi yang menjadi miliknya. Sebagai contoh, di suatu desa
terdapat danau yang di dalamnya terdapat banyak ikan. Karena danau tersebut
bukan milik siapa-siapa, maka setiap penduduk desa pun bebas memancing di danau
tersebut. Dengan demikian, setiap orang akan berlomba-lomba untuk mendapatkan
ikan lebih banyak, lebih banyak, dan lebih banyak lagi sampai ikan di danau
tersebut habis terpancing.
Hal yang berbeda terjadi jika seseorang
memiliki hak milik terhadap danau tersebut. Dengan adanya hak milik, si pemilik
sungai akan menjaga dan melestarikan danau tersebut. Karena memiliki hak milik
terhadap danau, maka si pemilik pun bebas mengambil ikan dalam danau tersebut.
Namun, dikarenakan hak milik itu juga, si pemilik tidak akan menghabiskan ikan
dalam danau tersebut. Si pemilik justru akan merawat dan melestarikan ikan-ikan
dalam danau tersebut, agar terus berkembang sehingga dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan. Dengan demikian, kelangsungan hidup ikan-ikan dalam danau bisa
dikatakan lebih terjamin jika danau tersebut bukan milik bersama, melainkan milik
pribadi.
Kabarnya, di India, seorang wanita
berhasil memelihara singa sebagai hewan ternak. Seperti yang kita ketahui,
singa merupakan salah satu hewan yang hampir punah. Namun, kepunahan tersebut
dapat dicegah dengan menjadikan singa sebagai hewan ternak. Bisa dimungkinkan
dengan cara tersebut, kelestarian singa maupun hewan liar lainnya lebih
terjamin.
Implementasi dari ide perdagangan bebas
ini dapat juga bermanfaat untuk meminimalisir global warming. Misalnya dalam
hal perdagangan bebas dan hak milik terhadap kawasan hutan. Seperti pada contoh
danau di atas, mungkin si pemilik akan memanfaatkan sumber daya yang terdapat
dalam hutan tersebut. Namun, si pemilik tidak akan melupakan bahwa hutan yang
sedang ia manfaatkan itu adalah miliknya sendiri. Dengan demikian, dia akan
menjaga dan melestarikan hutan tersebut, sehingga sumber daya di dalamnya dapat
dimanfaatkan secara kontinu.
Peluang adanya praktek eksploitasi hutan
memang akan jauh lebih besar jika hutan tersebut dimiliki secara pribadi. Bisa
saja si pemilik akan membabat habis hutan miliknya, kemudian menjadikannya
rumah peristirahatan, kawasan wisata dan lain sebagainya yang dapat
menghasilkan uang. Disinilah peran dari regulasi dan aparat yang juga termasuk
dalam nilai liberalisme. Regulasi dapat dibuat sedemikian rupa sehingga si
pemilik dapat memanfaatkan sekaligus melestarikan kawasan hutan miliknya, dan
aparat dapat menegakkan regulasi sebagaimana mestinya.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa
memang selalu ada celah untuk berbuat curang. Jika sudah demikian, apa lagi
yang bisa dikatakan selain “itu semua tergantung pada kesadaran individu
masing-masing”.
Sebenarnya liberalisme itu sendiri
muncul dengan asumsi bahwa pada dasarnya setiap manusia itu baik. Namun, Tuhan
sendiri telah menciptakan manusia satu paket dengan apa yang sering kita sebut
‘nafsu’. Jadi, bagaimana menurut Anda???
dengan gowes, turut menggalakan penghijauan :)
BalasHapuslebih baik lagi jika tindakan minimalisasi global warming dikaitkan dalam semua aspek kehidupan :D
Hapusmakasih udah mampir