Aku
terus menengadah
Menantikan
rombongan awan yang membawamu untuk menyambangi tanahku
Dengan
sabar menghitung waktu
detik
menjadi menit, menit menjadi jam, jam menjadi hari, hingga hari
menjadi bulan
Sayang
sekali aku adalah kemarau yang malang
yang
tetap menunggu saat bertemu denganmu
meskipun
tahu bahwa keberadaanmu menyebabkan ketiadaan bagiku
bahwa
pada akhirnya kita akan saling meniadakan
Sebab
aku hanya ingin mengasihimu dengan sederhana,
seperti
yang ditulis oleh Kahlil Gibran, tentang kayu dan api
Aku
tetap menantikan saat-saat perjumpaan
yang
sekaligus menjadi perpisahan bagi kita
yang
terangkum dalam tetesan air hujan pertama setelah kemarau panjang
selama
sepersekian detik
Kau
tahu tentang malam dan pagi?
Mereka
menjaga keseimbangan alam secara bergantian
Tahukah
kau bahwa malam dan pagi saling jatuh cinta?
Sehingga
Tuhan menciptakan fajar untuk mempertemukan mereka
Pagi
dan malam lebih beruntung, sebab mereka tidak perlu menghitung waktu
hingga berbulan-bulan untuk saling bertemu
Namun,
meskipun pertemuan kita hanya bertahan sepersekian detik, ketika
tetesan air hujan jatuh di tanah tandusku,
aku
akan mengingatmu seperti pagi mengingat malam, dan malam mengingat
pagi
Sampai
jumpa lagi sang Hujan, yang datang sebagai anugrah bagi umat manusia
setelah sang Kemarau [aku]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih ^^